Jika warna irama melayu masih kental dalam rekaman lagu-lagu Meggy Zakaria, pada periode 60-70-an, Rhoma Irama tidak berhenti di sana. Kembali pada dialog dengan grup-grup musik lain yang bergenre hard rock atau funk, Rhoma Irama mencampurkan komposisi musiknya dengan sentuhan perkusi John Bonham dari Led Zeppelin dalam lagu “Pertemuan” atau sayatan gitar Ritchie Blackmore dalam lagu “Ghibah”.
Rekaman dan Pita Kaset
Memasuki masa 80-an hingga 90-an kepeloporan Rhoma Irama masih sangat kuat, tetapi karena keputusannya untuk mengambil sikap politik yang berbeda membuat dia tidak bisa tampil di televisi nasional.
Pada periode inilah musik dangdut yang dibawakan oleh Meggy Zakaria atau dikenal dengan nama Meggy Z, Mansyur S, Muhsin Alatas, Elvy Sukaesih, hingga Camelia Malik mengisi popularitas di televisi.
Corak musik dangdut dengan penggunaan syntesizer sebagai variasinya mulai biasa muncul dalam rekaman pita kaset. Penyanyi-penyanyi generasi berikutnya, seperti Hamdan ATT, Asmin Cayder, Evie Tamala, Jhony Iskandar, hingga Iis Dahlia, mulai akrab dalam pandangan dan pendengaran penikmat musik dangdut. Muncul pula variasi bergaya disko dalam rekaman lagu-lagu Merry Andani, hingga Rama Aipama menjadi pilihan periode ini.
Kembali ke Komunitas
Sebenarnya ada berbagai macam perubahan dalam dunia musik rekaman sebelum kemunculan kategori dangdut ini. Periode 80-an hingga 90-an awal adalah periode keemasan dunia musik rekaman yang menggunakan pita kaset.
Perkembangan teknologi komputer belum cukup berkembang membuat para penikmat lagu dangdut harus mendengarkan radio dan membeli kaset untuk mendapatkannya. Belakangan, media rekaman berkembang menjadi kepingan Compact Disc.
Para masa ini, dunia musik rekaman mencatat keuntungan yang menggiurkan hanya dari memproduksi kaset rekaman dan distribusi siaran radio.
Tetapi setelah perkembangan komputer memunculkan teknologi perekaman audio dalam bentuk yang lebih ringkas atau teknologi mp3, inilah masa keruntuhan industri rekaman dimulai. Periode akhir 90-an adalah cikal bakal keruntuhan industri rekaman tidak hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia.
Genre dangdut koplo sebenarnya berawal dari masa transisi ini. Ketika kaset rekaman, atau keping CD rekaman tidak lagi bisa mendongkrak penjualan para musisi dangdut di daerah-daerah.
Maka mau tidak mau harus ada kiat-kiat khusus dalam mendongkrak penghidupan mereka. Karena dunia rekaman tidak menjanjikan keuntungan yang memadai.
Kemudian seniman-seniman musik dangdut di daerah-daerah juga mulai mengembangkan cara-cara khas dalam memasarkan produk mereka.
Yang pertama, alih-alih memusuhi pembajakan lagu melalui keping CD, grup-grup di daerah malah mendorong agar para pembajak lagu merekam pertunjukan keliling mereka dan menyebarkannya ke seluruh Indonesia.
Yang kedua, kembali pada kiat lama, dunia musik hiburan hanya akan bertahan dengan safari pertunjukan keliling di berbagai kota.
Yang ketiga, mengembangkan komunitas, semangat kolaborasi antara musisi, seniman, artis penyanyi, produser, hingga kordinator penggemar.
Dan ini ternyata menjadi alat pemasaran yang paling cocok dengan perkembangan jaman. Jejaring penggemar melalui media sosial lebih memperkuat tradisi pengembangan komunitas ini.
Yang keempat, mengembangkan satu genre yang bisa memasukkan seluruh unsur kreativitas populer yang mudah dikenal masyarakat. Pengembangan cara memukul gendang dangdut dengan warna lokal memunculkan genre baru yang kemudian dikenal sebagai Dangdut Koplo atau Kendang Kempul pada masa awal kemunculannya.
Yang kelima, memunculkan artis-artis muda potensial, dengan penampilan dan gaya yang bersahaja, tidak glamor, dan cenderung tidak kontroversial. Kiat-kiat inilah yang membuat genre paling mutakhir ini terbukti menjadi genre yang paling bisa diterima oleh semua kalangan dan memunculkan bintang-bintang terkenal yang baru.
Saat dunia musik rekaman tidak mampu memunculkan artis-artis yang potensial karena sulitnya mendapatkan pendapatan dari hasil penjualan hasil rekaman, genre dangdut koplo dengan kiat-kiat kembali ke komunitas menjadi jawaban atas kelesuan industri rekaman.
Salah satu yang menjadi artis terkenal, nyaris tanpa kehebatan dunia televisi atau radio, adalah artis dangdut Sodik Monata. Penyanyi berambut gimbal yang pernah menjadi tukang becak ini memulai karir di rombongan orkes musik koplo sebagai kuli angkut sound system.
Dalam perkembangannya kemudian ternyata dia bisa menjadi petugas check sound. Dan karena dia mempunyai suara dan kemampuan menyanyi yang khas, penonton pertunjukan mendaulat Sodik menjadi pembawa lagu.
Ketekunan menjalani pentas pertunjukan dari kota ke kota hingga ke pelosok desa disertai kemunculan dalam VCD rekaman bajakan yang diputar di berbagai terminal bis atau pelabuhan-pelabuhan dan pangkalan-pangkalan truk membuat popularitas Sodik meroket.
Tetapi Sodik tidak tinggi hati. Sebuah website pernah mengukur berapa penghasilan Sodik tiap bulan pada masa ketenarannya saat ini. Setidak-tidaknya dalam satu tahun Sodik bisa mendapatkan miliaran rupiah.
Tetapi Sodik tetap menyempatkan diri untuk pulang ke rumahnya di daerah Pandaan, Malang, untuk memandikan istrinya yang terkena stroke setiap dia mendapat kesempatan pulang.
Baca juga : Warganet Heboh, Arturo Vidal Jadi Sopir Angkot